Rabu, 13 April 2011

bab 2 penulisan ke 1

Fini Erna Dewi
12110786
1ka24

Kepribadian Manusia

Kepribadian yang kita bicarakan di sini adalah suatu karakter/corak kehidupan yang ada pada diri seseorang. Kepribadian adalah sesuatu yang memberi ciri khas bagi pemiliknya, yang membedakannya dengan orang lain. Maka, kita bisa melihat penampakan kepribadian yang ada pada diri manusia itu dari luar, berupa perbuatan-perbuatan fisik maupun sikap-sikap mental yang ditampakkannya secara konstan dalam kehidupan kesehariannya. Kita bisa mengenali mana orang yang baik dan mana orang yang jahat dari tingkah laku yang dijalankannya dan sikap mental yang ditampakkannya. Kita bisa mempersepsikan mana orang yang terhormat dan mana orang yang hina dari berbagai sikap dan omongan yang ditampilkannya secara ajeg (tetap). Lebih dari itu, dari pola keseharian yang tampak pada diri seseorang, kita bisa menebak "haluan pemikiran" yang dia anut. Maka kita bisa mengdentifikasi mana orang yang berpikiran islami, mana orang yang berhaluan liberal, mana orang yang berhaluan sosialis, dan mana orang yang tidak punya haluan.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: "kenapa penampakan kepribadian manusia itu berbeda-beda? ", "apa faktor yang membuat manusia itu memiliki kepribadian yang berbeda-beda? ". Dengan kata lain "apa faktor yang membentuk kepribadian yang khas yang ada pada diri seseorang?" Inilah yang akan kita jawab. Wa billaahit taufiiq

Manusia itu Pada Dasarnya Sama

Sudah jelas, sebagaimana kami gambarkan di atas, bahwa manusia itu berbeda-beda dalam wujud kepribadiannya. Namun demikian, anda pasti juga setuju jika dikatakan bahwa manusia itu pada dasarnya sama. Tidak ada manusia yang lahir sebagai orang yang mulia atau hina. Tatkala manusia lahir, dia tidak memiliki suatu haluan pun, maka ia tidak bisa disebut sebagai "bayi yang berhaluan sosialis", "bayi yang berhaluan liberal", "bayi yang berkepribadian islam", dst".

Sebagai sebuah spesies, maka manusia memiliki karakter umum yang dimiliki oleh seluruh anggotanya. Karakter umum yang ada pada setiap manusia adalah sebagai berikut:

Pertama, manusia itu adalah makhluk yang memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang sama. Kebutuhan dasar manusia itu secara garis besar dibagi menjadi dua: Pertama kebutuhan fisik, seperti kebutuhan untuk mendapatkan nutrisi (melalui makanan, minuman, dan nafas), kebutuhan untuk membuang sisa metabolisme melalui saluran-salurannya (buang hajat), kebutuhan untuk hidup pada tempat yang memiliki vareable iklim yang layak (suhu, tekanan udara, kelembaban, dll), dan kebutuhan untuk istirahat. Kedua, kebutuhan manusia yang bersiat naluriah, seperti naluri mempertahankan diri, naluri untuk menyucikan/mengagun gkan sesuatu, dan naluri untuk melestarikan jenis manusia.

Kedua, manusia adalah spesies yang berakal. Selama manusia lahir dan hidup dalam keadaan normal, maka dia pasti memiliki akal, walau pun berbeda dalam tingkat kecerdasannya. Kedua hal inilah, yakni kebutuhan dan akal, yang merupakan karakter umum dari manusia.

Peran Akal Dalam Pembentukan Kepribadian

Kebutuhan-kebutuhan manusia dan tuntutan pemenuhannya merupakan dorongan yang membuat manusia memiliki alasan dan gairah untuk menjalani kehidupannya. Segala macam aktivitas manusia di dunia bisa dikatakan dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Manusia menjalani berbagai bentuk pekerjaan dan usaha dalam rangka mencari pemenuhan kebutuhan hidup. Di jaman sekarang ini, seharian penuh manusia mencari uang. Jika mereka ditanya: "untuk apa uang yang mereka dapat?", maka jawabnya pasti seputar pemenuhan kebutuhan-kebutuhan nya, bisa bersifat fisik, seperti pemenuhan kebutuhan makan, minum, maupun memenuhi kebutuan naluriah, seperti untuk menjalani ibadah, biaya menikah, biaya untuk meningkatkan status sosial, dll. Manusia saling berinteraksi dan berkomunikasi antara satu dengan yang lain juga dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Singkatnya, kebutuhan fisik dan naluriah manusia merupakan faktor yang mendasari segala bentuk aktivitasnya.

Hanya saja, manusia itu berbeda dengan hewan. Sebab, aktivitas hewan sepenuhnya hanya ditentukan oleh dorongan kebutuhan fisik dan naluriahnya. Tidak ada faktor lain yang menentukan tindak-tanduk hewan kecuali dorongan kebutuhan tersebut. Maka, hewan akan makan begitu dia lapar dan ada makanan, dia akan berhubungan seksual begitu ada kebutuhan dan lawan jenis, hewan akan bertarung begitu naluri mempertahankan dirinya terangsang, dst.

Berbeda dengan manusia. Meski manusia memiliki dorongan untuk memenuhi kebutuhan, tapi tingkah lakunya (suluk) tidak hanya ditentukan oleh kebutuhan-kebutuhan itu. Manusia memiliki kebutuhan untuk makan dan minum, akan tetapi rasa lapar dan keberadaan makanan tidak otomatis membuat manusia menyikat makanan yang ada di depannya (karena bukan miliknya atau karena sedang puasa, misalnya). Manusia juga memiliki kebutuhan seksual, akan tetapi keberadaan wanita cantik tidak serta-merta membuat seorang laki-laki -maaf- melampiaskan kebutuhan seksual dengan wanita tersebut (karena tidak halal untuknya). Manusia memiliki rasa marah, tapi rasa marah itu tidak otomatis membuat manusia memukul orang yang membuatnya marah. Dan sebagainya.

Artinya, manusia memiliki tatanan dan kaidah-kaidah nilai yang rumit dalam menentukan tingkah lakunya. Itu karena manusia punya akal. Akal berfungsi untuk mengaitkan fakta-fakta dan pemikiran-pemikiran -yang hadir- dengan informasi-informasi yang dimiliki oleh seseorang. Dengan pengaitan itu, manusia bisa memahami hakekat dari fakta atau pemikiran yang tengah ditela'ah. Setelah itu, manusia akan memasuki tahap "mencari sikap" terhadap pemikiran atau fakta yang hadir dihadapannya. Artinya, akal manusia ini bukan hanya digunakan untuk memahami dan mengembangkan cara-cara yang lebih efektif untuk memuaskan kebutuhan manusia (dengan teknologi). Akan tetapi akal juga memungkin manusia untuk membentuk pemahaman-pemahaman (mafaahim) tentang nilai, status hukum dan penyikapan terhadap suatu pemikiran atau fakta. Maksud saya adalah, bahwa akal bisa menemukan pemahaman mengenai standar yang digunakan untuk membedakan mana suatu hal yang terpuji dan mana hal yang tercela, mana hal yang pantas untuk diterima dan mana hal yang harus ditolak, mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk, dsb.

Dengan pemahaman seputar nilai atau hukum terhadap suatu fakta itulah manusia akan menentukan kecenderungan (muyul) mengenai apa yang dia hadapi. Ada pun yang disebut dengan kecenderungan (muyul) adalah suatu corak hasrat/keinginan tertentu yang terbentuk oleh pemahaman(mafhum). Maka muyul ini hanya ada pada manusia, sebab, muyul adalah hasil peleburan antara dorongan-dorangan (dawafi') yang muncul dari potensi kebutuhan dengan pemahaman-pemahaman (mafaahim) manusia mengenai status hukum dari alternatif-alternat if perbuatan yang ada.

Jika seorang manusia telah memiliki pemahaman (mafhum) bahwa suatu perbuatan itu merupakan perbuatan yang baik dan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan nya, maka akan tumbuh kecenderungan (muyul) berupa rasa suka dan ingin mengamalkan perbuatan yang dia pahami itu. dia akan memenuhi kebutuhannya dengan perbuatan itu, tapi jika sesuatu diidentifikasi sebagai perbuatan buruk atau tercela, maka dia akan membenci hal tersebut. Jadi muyul bisa membentuk kecintaan dan kebencian terhadap suatu fakta atau pemikiran tertentu.

Atas dasar itu, perbuatan manusia itu tidak hanya ditentukan oleh keberadaan dorongan-dorongan (dawafi') yang muncul dari kebutuhan-kebutuhan yang ada pada dirinya (baik berupa kebutuhan fisik maupun naluriah), tapi, perbuatan manusia itu juga ditentukan oleh bentuk kecenderungannya (muyul) terhadap perbuatan-perbuatan yang akan dilakukannya, sedangkan bentuk kecenderungan (hasrat) ini ditentukan oleh pemahaman-pemahaman (mafaahim) manusia mengenai nalai-nilai perbuatan.

Aqliyah Manusia Adalah Corak Pemahaman Yang Dibentuk Oleh Kaidah Tertentu

Sudah kita jelaskan bahwa perbuatan manusia itu dipengaruhi oleh dorongan yang muncul dari kebutuhannya, pemahamannya mengenai hukum atas fakta dan pemikiran yang ditelaahnya, dan kecenderungannya terhadap sesuatu yang dihadapi.

Dalam tataran inilah kepribadian manusia itu mulai terdeferensiasi. Jika kita bicara mengenai pemahaman manusia mengenai status hukum atas suatu fakta atau pemikiran, maka bisa kita katakan bahwa manusia itu memiliki pemahaman yang beragam mengenai mana sesuatu yang dianggap terpuji dan perbuatan mana sesuatu yang dianggap tercela. Dalam menelaah sebuah perbuatan misalnya, bisa jadi seseorang menganggap sebuah perbuatan itu sah-sah saja untuk dilakukan, namun di mata orang lain ternyata dianggap tidak baik. Seorang wanita berjalan ke sana ke mari dengan bikini di pantai-pantai Amerika bisa jadi tidak masalah, tapi itu akan diaggap masalah besar bagi kaum muslimin. Seorang seniman bisa jadi bangga dan mendapat banyak pujian saat berhasil melukis seseorang yang terkenal, tapi dalam pandangan seorang muslim hal itu adalah suatu perbuatan tercela (melukis makhluk bernyawa). Saya ingat, dulu saat saya kecil, di kampung saya, jika ada seorang muslimah yang berjilbab secara benar justru dipandang aneh oleh sebagian masyarakat. Padahal jilbab adalah kewajiban yang harus ditaati, sedangkan melepaskan jilbab adalah kemakshiatan besar yang pelakunya akan mendapat murka Allah.

Yang ingin saya tunjukkan adalah, bahwa ternyata manusia itu memiliki kaidah-kaidah yang berbeda dalam membentuk pemahamannya mengenai mana yang pantas dilakukan dan mana yang tidak, mana yang baik dan mana yang buruk. Ada yang mendasarkannya pada adat istiadat, ada yang mendasarkannya pada asas manfaat, ada yang mendasarkannya pada hukum syara'. Pola pemahaman manusia yang didasarkan atas kaidah-kaidah tertentu inilah yang disebut aqliyyah.

Maka dari itu, aqliyah manusia itu beraneka ragam. Ada aqliyah yang islami, ada aqliyah yang sekuleristik, ada aqliyah yang sosialistik, dan ada pula aqliyah yang tidak jelas. Semua itu tergantung dari kaidah yang dia gunakan dalam membangun pemahamannya terkait dengan amal perbuatan yang dilakukannya dan pensikapan terhadap segala sesuatu dan fakta yang ditemuinya. Kaidah yang digunakan oleh manusia itu bisa berupa aqidah aqliyah (kaidah yang dibangun dari proses berfikir yang mendasar, dan menyeluruh, seperti aqidah islam), bisa juga berupa kaidah yang rapuh, seperti norma adat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar